MEDIA DEMOKRASI, Bandung - Dua terdakwa korupsi Bandung Zoo, Bisma Bratakoesoema dan Sri Devi, mengakui tidak tahu alur pembayaran sewa tanah milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Kamis (25/9/2025), Bisma mengaku tidak tahu harus bayar sewa tanah Bandung Zoo ke mana, karena menurut dia, tanah tersebut bukanlah milik Pemerintah Kota Bandung.
"Saya harus bayar ke mana? Ke Pemkot atau pihak lainnya," kata Bisma di dalam pengadilan ketika ditanya mengenai alur pembayaran uang sewa atas lahan yang sedang dikuasainya itu.
Sementara itu, Sri Devi, mempertanyakan soal tagihan yang harus dibayarkan oleh pihaknya, khususnya terkait periode tagihannya apakah hanya saat pihaknya menjabat dan mengelola Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT), atau mencakup sebelumnya.
"Yang harus dibayar, itu tagihan saat kami menjabat, atau dengan periode sebelumnya," ucap Sri.
Kuasa hukum kedua tersangka, Efran Helmy Yahya, dalam perbincangan setelah sidang, mengatakan kedua tersangka memiliki itikad baik untuk membayar uang sewa, namun mereka mensyaratkan harus jelas pemilik lahan tersebut.
"Pasalnya pernah ada yang mengaku ahli waris menggugat Pemkot atas tanah tersebut. Nah mereka beritikad baik, namun harus jelas jangan sampai ketika dibayar ada pihak lain yang datang menagih," ucap Efran.
Ketika ditanya mengenai kesanggupan para terdakwa untuk membayar tagihan yang dalam perkara ini disebut sampai Rp25,5 miliar, Efran mengatakan kemungkinan besar akan secara cicilan diselesaikan.
"Ya mungkin dengan mencicil ya. Karena tagihan terus bertambah," ujarnya.
Dalam kasus ini, Sri yang merupakan Ketua Pembina Yayasan Margasatwa Tamansari (manajemen lama), sedangka Bisma menjabat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari (manajemen lama), atas aktivitasnya menguasai dan memanfaatkan lahan Kebun Binatang Bandung, diduga telah merugikan negara karena tidak pernah menyelesaikan kewajibannya.
Kedua terdakwa didakwa telah merugikan negara senilai Rp 25,5 miliar setelah menguasai lahan kebun binatang seluas 13,9 hektare.
Dalam uraian dakwaan, disebutkan bahwa sejak berakhirnya Izin Pemakaian Tanah secara Bersyarat tanggal 30 November 2007, sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Wali Kota Bandung Nomor 593/1769-Disrum tanggal 28 Juni 2004 yang ditandatangani oleh Dada Rosada selaku Wali Kota Bandung kepada R. Romly S. Bratakusumah untuk dan atas nama Yayasan Margasatwa Tamansari, R. Romly S. Bratakusumah sebagai ketua Pembina Yayasan Margasatwa Tamansari tidak lagi memperpanjang pemanfaatan lahan kebun Binatang Bandung dalam bentuk sewa-menyewa kepada Pemerintah Kota Bandung, tetapi Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung tetap memanfaatkan tanah Kebun Binatang Bandung di atas yang merupakan milik Pemerintah Kota Bandung dengan menarik keuntungan.
Semula disebutkan bahwa lahan Bandung Zoo dikelola melalui mekanisme sewa-menyewa dengan Pemkot Bandung. Yayasan Margasatwa Tamansari saat itu masih rutin membayar uang sewa kepada Pemkot sejak tahun 1970.
Setelah izin pemakaian tanah secara bersyarat itu sudah berakhir, Yayasan Margasatwa Tamansari yang masih dikomandoi R Romly S Bratakusumah saat itu tidak membayar lagi kewajiban sewa-menyewanya meskipun tetap memanfaatkan lahan di Bandung Zoo.
Menurut JPU dalam dakwaannya, karena masih menguasai lahan Bandung Zoo tanpa mekanisme sewa-menyewa, Pemkot Bandung pun mengalami kerugian atas kondisi tersebut. Nilainya berdasarkan laporan hasil audit kerugian keuangan daerah, tercatat mencapai sekitar Rp59 miliar.
Jaksa dalam dakwaan menyebut bahwa harga tanah di Bandung Zoo berdasarkan zona nilai tanah (ZNT) kurang lebih mencapai Rp 2,3 triliun. Atau, berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP), harga tanah di atas lahan Bandung Zoo mencapai Rp873 miliar.
Ulah dari perbuatan terdakwa Raden Bisma dan Sri tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp25,5 milliar. Rinciannya Rp6 miliar yang seharusnya dipakai untuk membayar perjanjian sewa lahan, Rp16 miliar untuk sewa tanah dan Rp3,4 miliar untuk pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB).
Dalam dakwaan, JPU menjerat kedua terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan primer.
Selain itu, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan subsider.
Sumber : ANTARA
Jalan G Obos IX No. 26 Kota Palangka Raya
081351921771
mediademokrasi@gmail.com
Copyright © 2020 Media Demokrasi All rights reserved. | Redaksi | Pedoman Media Cyber | Disclimer